-->

2022-10-31, Senin. Berhenti

Tidak ada komentar

2022-10-31, Senin. Berhenti

Hari ini, hari terakhir Oktober di 2022. Juga, hari terakhir aku mengejar Eno’. Aku rasa, aku mengejar harapan palsu yang aku ciptakan sendiri. Ini bukan salah Eno’. Jelas ini adalah kesalahanku. Akulah yang menciptakan ilusi tentang Eno’, yang menjadi milikku. Akulah yang terus membayangkan Eno’ ada di hidupku, di masa depan. Akulah yang menciptakan mimpi-mimpi itu. Sedangkan Eno’ adalah subjek yang tak berdosa. Akulah yang berdosa. Karena aku sudah pernah menyakitinya. Aku tau, dia menghindariku karena dosa-dosaku. Karena dia takut akan mengulangi kesalahan yang sama, mempercayai aku. Ya, aku tidak bisa membuktikan diriku telah berubah. Walaupun memang aku telah berubah. Tapi inilah pilihan terbaik diantara kita. Aku sudahi hayalan ini.

Dia memang yang terbaik. Sangat terbaik. Entahlah mengacu pada apa. Aku tidak bisa berasional tentang itu. Aku sungguh cinta kepadanya. Hah, sulit menulis kata-kata ini. Seperti hendak menulis nisanku sendiri. Tak ingin kukubur perasaan ini. Kubiarkan di dalam hati. Walaupun itu menyiksaku. Walaupun itu membuatku menderita. Tapi, ini tak sepadan dengan apa yang telah ia alami karenaku. Maafkan aku pernah membuatmu sakit. Maafkan aku.

***

Setiap orang yang aku ceritakan soal Eno’, selalu mengataiku. Seakan-akan aku bajingan. Ya, di masa lalu aku adalah bajingan. Dan semua orang sepakat menyimpulkan, kecewa dengan aku di masa lalu. Begitu juga dengan kawan lamaku. Kita satu smp dan satu sma. Pada tanggal 30 Oktober malam menjelang 31 Oktober, aku bertemu dengannya. Seperti biasa, rutinitas membahas hidup. Dia habis sakit dan sangat sibuk, sehingga kita hampir tidak bertemu berbulan-bulan. Dia tidak tau aku sedang mendekati Eno’. Baru kusampaikan pengantarnya, bahwa aku sedang mendekati Eno’, dia tertawa. “Bisa?”, katanya. Karena dia tau, dia tau, betapa sakitnya Eno’ ketika aku mendekatinya lagi. Trauma masa lalunya mungkin terbuka kembali. Pada malam itu aku sadar. Orang yang berada di sekitar kami saja mengerti betapa buruknya perlakuanku, apalagi Eno’ yang mengalaminya. Aku mengutuk masa laluku pada malam itu. Dan karena pembicaraan malam itu juga, aku mulai menutup khayalanku. Walaupun temanku meyakinkan pasti bisa, karena meyakini Eno’ yang dewasa pemikirannya. Tapi aku justru sebaliknya. Aku tidak bisa menyiksa Eno’ lebih jauh lagi. Aku tau dia menghindariku. Dia hanya ingin sembuh.

“Jangan pernah merasa bahwa hanya dirimulah yang dapat membuatnya tertawa. Semua itu hanyalah ego dan kesombongan. Padahal kau adalah muasal kecewanya.”

Hari ini adalah datangnya aku harus berdamai lagi soal cinta. Eno’ adalah orang terakhir yang ingin aku kejar. Hari ini, aku berhenti mengejarnya. Aku berhenti mengejar cinta. Demi kebaikan kita berdua.

Hari ini, juga ada orang lain yang berusaha dekat denganku. Aku tidak bisa membuka hatiku. Apakah aku sedang menjadi Eno’? Apakah aku melihat orang itu sebagai aku? Oh aku. Jadi seperti inikah rasanya menjadi Eno’?

Aku tidak akan membuka hatiku lagi untuk siapapun. Tapi aku tidak tau sampai kapan pintu hatiku yang rapat ini terbuka karena kegigihannya. Apakah aku akan luluh?

“Let’s draw something. Keep the door close. Please. Don’t be fool bout love. But she so strong, sht.”

Komentar