-->

Pengertian Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana - Prof. Andi Sofyan & Abd. Asis

Tidak ada komentar

Cover buku: Hukum Acara Pidana.
Cover buku: Hukum Acara Pidana.
Menurut pasal 14 KUHAP, bahwa pengertian tersangka ialah, "seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana".
.

- Tersangka -

  • J.C.T Simorangkir - tersangka ialah seseorang yang disangka melakukan suatu tindak pidana dan ini masih dalam taraf pemeriksaan pendahuluan untuk dipertimbangkan apakah tersangka ini mempunyai cukup dasar untuk diperiksa di persidangan.
  • Darwan Prints - tersangka adalah seseorang yang disangka, sebagai pelaku suatu delik pidana (dalam hal ini tersangka belum dapat dikatakan bersalah atau tidak).
.

- Terdakwa -

  • Pasal 1 butir 15 KUHAP - terdakwa adalah 'seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan".
  • J.C.T Simorangkir - terdakwa ialah seseorang yang diduga telah melakukan suatu tindak pidana dan cukup alasan untuk dilakukan pemeriksaan di muka persidangan.
.

- Terpidana atau Terhukum -

  • J.C.T Simorangkir - Simorangkir membedakan pengertian antara terpidana dengan terhukum. Terhukum adalah seorang terdakwa terhadap siapa oleh pengadilan telah dibuktikan kesalahannya melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya dan karena ia dijatuhi hukuman yang ditetapkan untuk tindak pidana tersebut. Sedangkan terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
.

- Klasifikasi Tersangka -

  1. Tersangka yang kesalahannya sudah definitif atau sudah dapat dipastikan
  2. Tersangka yang kesalahannya belum pasti
Dua diatas merupakan sebuah kategori yang klasifikasi tersangka yang dikemukakan oleh Inbau dan Reid dakam bukunya, Criminal Interrogration and Confession. Maksud dari nomor (1) ialah pemeriksaan yang dilakukan untuk memperoleh pengajuan tersangka serta menyesuaikan pembuktian-pembuktian yang ditunjukkan untuk kelengkapannya bahan-bahan di depan sidang pengadilan. Artinya tersangka ini sudah pasti akan menjadi terdakwa, lalu putusan hakim secara pasti akan membuatnya menjadi terpidana atau terhukum. Fungsi dari alat bukti hanyalah sebagai kelengkapan pada sidang, toh tersangka sudah sangat jelas melakukan suatu tindakan pidana.
.
Sedangkan yang nomor (2) maksudnya ialah penyidik bimbang akan tersangka ini. Apakah tersangka ini melakukan suatu tindak pidana atau tidak. Hal itu membuat pemeriksaan yang dilakukan menjadi setengah-setengah, ragu-ragu seperti berada di persimpangan jalan. Nah, menurut Inbau dan Reid, "...the interrogator must feel his way around' until the arrives at a decision of guilt or innocence", harus melakukan pemeriksaan dengan metode yang efektif hingga dapat membuat sebuah kesimpulan yang meyakinkan.
.
Inbau dan Reid mengemukakan tiga pendekatan untuk menghadapi tersangka yang kesalahannya belum pasti (2), yaitu:
  1. Dalam mengemukakan pertanyaan-pertanyaan, sejak permulaan pemeriksaan hendaklah dianggap bahwa orang itu telah melakukan hal-hal yang menyebabkan ia diperiksa.
  2. Pemeriksa dapat pula dengan segera menentukan suatu anggapan bahwa yang diperiksa adalah tidak bersalah.
  3. Pemeriksa dapat pula menempatkan diri secara netral, hemat dengan pernyataan atau jangan memberikan komentar, kecuali melakukan pertanyaan-pertanyaan yang apda akhirnya memberi kesimpulan kepada pemeriksa, apakah yang diperiksa itu bersalah atau tidak.
Inbau dan Reid juga menggolongkan tersangka menjadi dua jenis, yaitu:
  • Emotional Offenders - yaitu mereka yang melakukan kejahatan terhadap jiwa orang, misalnya pembunuhan, penganiayaan, yang dilakukan dengan dorongan nafsu, marah, balas dendam, dan sebagainya.
  • Non-Emotional Offenders - yaitu mereka yang melakukan kejahatan untuk tujuan penghasilan keuangan (financial gain), seperti pencurian, penjambretan, perampokan, atau mereka yang melakukan pembunuhan dikarenakan ingin memiliki barang berharga orang lain.
.
 Sumber :
  • Hukum Acara Pidana (suatu pengantar) - Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H. dan H. Abd. Asis, S.H., M.H.

Komentar