-->

Turut Serta Berbuat Jarimah (al-Istirak fi al-Jarimah) - Prof. Dr. Drs. H. Makhrus Munajat

Tidak ada komentar

Cover buku: Hukum Pidana Islam

Kali ini akan membahas bab ke empat dari buku Hukum Pidana Islam yang merupakan tulisan dari bapak Prof. Makhrus Munajat. Dalam bab ini akan dibahas tentang Turut Serta Berbuat Jarimah atau dalam bahasa lain disebut dengan al-Istirak fi al-Jarimah. Ada beberapa bagian di bab ini. Berikut adalah bagian-bagian tersebut:

PENGERTIAN DAN BENTUK PENYERTAAN

Turut serta berbuat dan berserikat memiliki makna yang berbeda. Turut serta adalah berbuat jarimah dapat tanpa menghendaki ataupun bersama-sama menghendaki hasil dari perbuatan tindak pidana. Sedangkan berserikat adalah sama-sama menghendaki dan melakukan.

Ada turut serta secara langsung dan juga tidak secara langsung. Untuk membedakan antara turut berbuat langsung dengan tidak berbuat langsung, para fuqaha membedakan dua golongan, yaitu :

  • Syarik mubasyir - orang yang turut berbuat langsung melaksanakan jarimah. Perbuatannya disebut Isytirak mubasyir.
  • Syarik mutasabbib - orang yang tidak turut secara langsung melakukan jarimah. Perbuatannya disebut Isytirak mutasabbib.

Perbedaan maksud dari keduanya adalah, yang pertama menjadi kawan nyata dan turut beraksi secara langsung. Sedangkan yang kedua adalah alasan terjadinya perbuatan jarimah. Yang kedua bisa dikatakan adalah otak dari kejahatan, sedangkan yang pertama adalah kaki tangannya.

Pada KUHP di Indonesia dalam pasal 55 dijelaskan bentuk-bentuk kerjasama dalam melaksanakan jarimah, yaitu melakukan, menyuruh melakukan, turut melakukan dan menghasut, yang dijatuhi hukuman sebagai pembuat. Pada pasal 56 dijelaskan mengenai pembantu melakukan jarimah, yaitu membantu waktu kejahatan dilakukan, dan memberi kesempatan, ikhtiar dan keterangan untuk melakukan kejahatan.

Orang yang merencanakan perbuatan jarimah biasa disebut dengan otak kejahatan (intellectuele dader), disebut juga "pembuat tidak langsung" (middelijke dader). Sedangkan yang melaksanakan rencana tersebut biasa disebut dengan kaki tangan atau alat (werktuig), disebut juga "pembuat langsung" (on middelijke dader).

PANDANGAN FUQAHA TENTANG TURUT SERTA BERBUAT JARIMAH

Dalam Syariat Islam tidak memberikan hukuman kepada "turut-berbuat-tidak-langsung". Maka para fuqaha tidak begitu disinggung. Namun ada pengecualian pada jarimah pembunuhan dan penganiayaan. Untuk kedua jarimah tersebut dikenakan hukuman baik otak pembunuhan maupun kaki tangannya. Karena pada dasarnya kedua-duanya melakukan jarimah tersebut.

TURUT BERBUAT SECARA LANGSUNG

Turut berbuat langsung adalah orang-orang yang secara langsung dan nyata melakukan perbuatan jarimah. Sarjana-sarjana hukum positif mengenal dengan nama "berbilangnya pembuat asli" (mededaders). Jika perbuatannya belum selesai ia dikenai hukuman ta'zir, apabila sudah selesai maka hukumannya adalah had.

Para fuqaha mempersamakan hukuman beberapa bentuk turut berjuang tidak langsung dengan turut berjuang langsung. Berikut ada contoh mengenai pembuat dijatuhi hukuman sebagai orang yang turut berbuat langsung.

Orang yang melakukan jarimah secara bersama-sama dengan orang lain atau sendiri. Jika masing-masing dari tiga orang mengarahkan tembakkan kepada korban dan mati karena tembakan itu, maka ketiga orang tersebut dianggap melakukan pembunuhan. Demikian pula dengan mereka yang bersama-sama mengambil barang orang lain, masing-masing dianggap pencuri. Mengenai itu para fuqaha membagi menjadi dua, yaitu "tawafuq" dan "tamalu".

Tawafuq adalah mewujudkan perbuatan jarimah secara kebetulan. Yaitu niatan apa peserta jarimah tertuju dalam memperbuatnya, tanpa ada kesepakatan sebelumnya, melainkan karena dorongan pribadi masing-masing dan fikirannya timbul pada saat itu. Dalam Tawafuq masing-masing peserta hanya bertanggung jawab pada perbuatannya saja.

Tamalu adalah mewujudkan perbuatan jarimah dengan cara direncanakan bersama-sama sebelumnya. Perbuatan ini sudah disepakati oleh para peserta, serta saling membantu dalam melaksanakannya. Apabila ada dua orang yang bersepakat untuk membunuh orang ketiga, yang satu mengikat korban lalu yang satu lagi memukul korban hingga mati, maka kedua-duanya bertanggungjawab atas kematian tersebut. Kedua-duanya dianggap pembunuh walaupun yang satu hanya mengikat korban saja.

Menurut Imam Abu Hanifah, tamalu justru sama dengan tawafuq, yaitu masing-masing bertanggung jawab atas perbuatannya. Jika yang mengikat disalahkan mengikat dan yang membunuh dianggap pembunuh.

HUKUMAN PARA PESERTA LANGSUNG

Orang yang membela diri atau memberi peringatan tidak diberi hukuman, orang yang melakukan karena kekhilafan (salah sangka) akan dihukum lebih ringan daripada orang yang melakukan dengan sengaja. Sebagai contoh ada seseorang yang melukai orang lain karena membela diri ia tidak akan dihukum. Namun ada orang ketiga yang membantu seseorang itu hingga orang lain tadi mati, maka orang ketiga tersebut dianggap berbuat dengan sengaja.

TURUT BERBUAT TIDAK LANGSUNG

Turut berbuat tidak langsung adalah perbuatan melakukan jarimah dengan cara menyuruh orang lain, menghasut atau memberikan bantuan. Ada tiga unsur berbuat langsung, yaitu pertama : perbuatan dilakukan dapat dihukum (ada peraturan yang mengatur), kedua : niatan dari orang yang turut berbuat, ketiga : cara mewujudkan perbuatan tersebut yaitu mengadakan persepakatan, atau menghasut, atau menyuruh atau membantu.

BENTUK TURUT SERTA JARIMAH TIDAK LANGSUNG

Ada tiga cara untuk melakukan hal tersebut, yaitu persepakatan, menyuruh (menghasut), dan memberi bantuan (I'anah).

  • Persepakan

Tidak ada "turut-berbuat" jika tida ada persepakatan.Untuk terjadinya "turut-berbuat", seseuatu jarimah harus merupakan akibat persepakatan. Jika ada orang pertama bersepakat dengan orang kedua untuk membunuh orang ketiga, namun orang ketiga mengetahui rencana tersebut. Maka orang ketiga datang ke rumah orang kedua untuk membunuh orang kedua tersebut. Karena melakukan pembelaan orang kedua tersebut malah membunuh orang ketiga tersebut.

Orang kedua ketika membunuh orang ketiga karena melakukan pembelaan terhadap dirinya maka ia tidak dapat dihukum. Kematian orang ketiga tersebut tidak dianggap sebagai persepakatan, melainkan akibat dari pembelaan diri orang kedua. Namun bukan berarti orang kedua lolos dari hukuman. Adanya persepakatan sendiri merupakan perbuatan ma'siat, baik dapat dilaksanakan maupun tidak. Perbuatan tersebut dihukum ta'zir, sesuai dengan kemaslahatan.

  • Menyuruh (menghasut: tahridl)

Menghasut adalah membujuk orang lain untuk memperbuat jarimah. Bujukan tersebut merupakan ma'siat yang bisa dijatuhi hukuman. Kalau orang yang membujuk memiliki kekuasaan atas orang yang dibujuk, seperti orang tua kepada anak, bos kepada anak buah, guru kepada murid, dan sebagainya, maka bujukan tersebut memiliki unsur paksaan. Kalau yang dibujuk bukanlah anak dibawah umur, tidak gila, dan tidak dungu, maka bujukan tersebut merupakan bujukan biasa.

Orang yang membujuk akan dianggap pelaku tindak pidana mukalaf mubasyir, maka hukum qisas berlaku bagi orang yang membujuk tersebut sebagai ganti rugi orang yang melakukan atau mubasyir. Walaupun kenyataannya ia tidak turut ambil bagian perbuatan yang disuruhnya secara fisik.

  • Memberi Bantuan (I'anah)

Orang yang memberi bantuan kepada orang lain dalam memperbuat jarimah dianggap sebagai kawan-berbuat-tidak-langsung, Walaupun tidak ada persepakatan sebelumnya. Perbedaan pemberi bantuan dengan pembuat-asli (mubasyir) adalah jika pembuat asli adalah orang yang memperbuat jarimah tersebut, sedangan pemberi bantuan adalah orang yang membantu pembuat asli melakukan jarimahnya.

PERTALIAN PEMBUAT LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG (MUBASYARAH BISABAB)

Pertalian antara kedua macam perbuatan tersebut apabila kumpul keduanya akan menimbulkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:

  • Perbuatan-tidak-langsung lebih kuat daripada perbuatan langsung. Hal ini terjadi misalnya ada orang yang memberikan kesaksian palsu yang membuat hakim mengeluarkan putusan yang salah. Persaksian palsu adalah perbuatan-tidak-langsung.
  • Perbuatan langsung lebih kuat daripada perbuatan-tidak-langsung. Hal ini terjadi apabila perbuatan langsung memutus daya kerja perbuatan tidak langsung. Misalnya orang yang menjatuhkan orang lain ke dalam jurang. Lalu ada orang ketiga yang menghabisi orang yang jatuh di dalam jurang tadi.
  • Kedua perbuatan tersebut seimbang. Seperti perbuatan tidak langsung membujuk dengan paksaan terhadap perbuatan langsung untuk melakukan pembunuhan. Dalam hal ini pemaksa itulah yang menggerakkan pembuat langsung. Jika tidak dibujuk secara paksa maka pembunuhan tidak akan terjadi. Begitu juga sebaliknya, jika tidak ada orang yang dibujuk maka siapa yang akan melakukan pembunuhan, kan tidak ada (tidak terjadi pembunuhan).

PERTALIAN ANTAR TURUT BERBUAT DENGAN JARIMAH

Turut berbuat jarimah baru dianggap ada apabila benar-benar ada pertalian sebab akibat dengan jarimah yang terjadi. Misalnya ada orang pertama yang menipu orang kedua lalu membawa orang kedua ditempat yang sepi untuk dibunuh oleh orang ketiga. Namun saat dilokasi orang ketiga justru tidak muncul. Sehingga orang kedua dilepas dan pulang ke rumahnya.

Orang ketiga mengetahui kejadian tersebut lalu orang ketiga datang ke rumah orang kedua dan membunuhnya disana. Orang pertama tida bisa dianggap sebagai kawan berbuat atau pemberi bantuan karena tidak ada pertalian sebab-akibat antara perbuatannya dengan jarimah yang terjadi. Namun orang pertama bisa dijatuhi hukuman karena telah melakukan ma'siat (perbuatan salah) bukan pembunuhan.

TURUT BERBUAT TIDAK LANGSUNG DENGAN JALAN TIDAK BERBUAT

Memberi bantuan tidak langsung pada hakikatnya memang berupa sikap tidak berbuat, seperti orang melihat segerombolan pencuri yang merampas harta orang lain atau memukul orang lain. Atau orang yang melihat orang lain yang membuang anak kecil di sungai yang besar. Orang yang melihat tersebut mengacuhkannya.

Seandainya orang tersebut tidak acuh, maka terjadinya jarimah akan menjadi sempit. Para fuqaha banyak yang berpendapat bahwa orang yang berdiam diri (acuh) tersebut bukan termasuk memberikan bantuan kepada pembuat jarimah. Karena bisa jadi orang yang diam diri itu memiliki alasana karena takut atau tidak bisa berenang atau hal lainnya. Namun ada fuqaha lain yang berpendapat bahwa orang yang sanggup menyelamatkan akan dipertanggungjawabkan dari segi kepidanaannya karena diamnya. Jika memang tidak sanggup maka tidak perlu bertanggungjawab.

HUKUMAN KAWAN BERBUAT TIDAK LANGSUNG

Dalam jarimah hudud dan qisas orang berbuat langsung dan berbuat tidak langsung hukumannya berbeda. Orang yang berbuat tidak langsung akan dikenai hukuman ta'zir. Hal ini mengacu pada 1) menghindari hukuman had pada jarimah yang mengandung unsur syubaht, dan 2) seorang hakim lebih baik salah memaafkan daripada salah dalam memberikan hukuman.

Keringanan hukuman itu berlaku pada jarimah hudud dan qisas. Hukuman ta'zir tidak memberlakukan hal tersebut sebab tidak ada perbedaan antara perbuatan langsung dengan perbuatan tidak langsung karena perbuatan masing-masing tersebutlah merupakan jarimah ta'zir dan hukumannya juga ta'zir. Karena hakim mempunyai kebebasan untuk menentukan besar kecilnya hukuman berdasarkan kemaslahatan.

Sumber :

  • Hukum Pidana Islam (Buku) - Prof. Makhrus Munajat

Komentar