-->

Percobaan Melakukan Jarimah - Prof. Dr. Drs. H. Makhrus Munajat

Tidak ada komentar

Hukum Pidana Islam
Cover buku: Hukum Pidana Islam.
Kali ini akan dijelaskan mengenai Percobaan Melakukan Jarimah yang merupakan bab ke tiga dalam buku beliau, Prof. Makhrus Munajat, yaitu Hukum Pidana Islam.
.

PENGERTIAN PERCOBAAN TINDAK PIDANA DAN PENDAPAT FUQAHA

Percobaan tindak pidana adalah tidak selesainya perbuatan jarimah yang dilakukan oleh seseorang. Dalam artian baru setengah jalan, atau masih berupa niatan. Dalam hukum pidana Islam disebut dengan jarimah yang belum selesai.
.
Percobaan tidak akan dikenakan hukuman had atau qisas, melainkan akan dikenakan hukuman ta'zir, yaitu hukuman yang sanksinya berdasarkan ketentuan hakim atau ulil amri. Dan ketentuan tersebut berdasarkan pada kemaslahatan umat.
.
Hukuman ta'zir adalah hukuman yang dijatuhkan atas setiap perbuatan ma'siat (kesalahan) yang tidak dikenakan hukuman had atau kifarat. Maka setiap perbuatan yang masih dalam percobaan melakukan kejahatan dapat dikenai hukuman ta'zir. Misalnya adalah pencuri yang baru masuk kedalam tapi belum mengambil apa-apa. Lalu ia ditangkap, maka perbuatannya itu tidak termasuk jarimah pencurian, melainkan dianggap ma'siat (kesalahan). maka ia akan diberi hukuman ta'zir.
.
Contoh lain adalah pencuri yang melubangi dinding, lewat pintu atau dengan lewat atap. Jika tertangkap ia dianggap melakukan jarimah namun bukan jarimah pencurian. Kecuali jika pencuri itu sudah mengambil barang curiannya dan keluar dari rumah pencuriannya. Maka perbuatan tersebut termasuk jarimah pencurian.
.

FASE-FASE DALAM TINDAK PIDANA

Tiap-tiap jarimah mengalami fase-fase tertentu sebelum terjadinya hasil. Maksudnya adalah dalam pembunuhan terdapat tahap-tahap sehingga terjadinya pembunuhan. Setiap fase-fase itu sangat penting, karena hanya pada salah satu fase saja, pembuat dapat dituntut dari segi kepidanaan, sedangkan pada fase-fase yang lain tidak dituntut.
.
  • Fase Pemikiran dan Perencanaan (Marhalah at-tafkhir wa at-tashmim)
Fase ini tidak dianggap ma'siat yang dapat dijatuhi hukuman. Dalam syariat Islam seseorang tidak dapat dituntut karena memikirkan atau merencanakan kejahatan atau niatan melakukan kejahatan sebagaiman dalam sabda Rasulullah, "Tuhan memaafkan umatku dari apa yang dibisikkan atau dicetuskan oleh dirinya, selama ia tidak berbuatan dan tidak mengeluarkan kata-kata. Seseorang hanya dituntut karena kata-kata yang diucapkannya dan perbuatan yang dilakukannya." Hukum ini juga diterapkan setelah Revolusi Perancis. Sebelumnya, orang yang memiliki niatan, rencana atau pikiran untuk melakukan kejahatan dapat dihukum apabila dapat dibuktikan.
.
Terdapat pengecualian jika niatan melakukan kejahatan dapat terealisasikan. Sebagai contoh terdapat perbedaan sanksi antara pembunuhan berencana dengan pembunuhan biasa dalam KUHP Indonesia dan KUHP RPA (Republik Persatuan Arab).
.
Jika dalam KUHP Indonesia pembunuhan berencana akan diberi hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara selama-lamanya 20 tahun. Sedangkan jika pembunuhan biasa hanya dihukum hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.
.
Kalau dalam KUHP RPA jika melakukan tindak pidana pembunuhan berencana akan dikenakan hukuman mati. Sedangkan pada pembunuhan biasa akan dikenakan hukuman kerja berat seumur hidup atau sementara (pasal 230 dan 234).
.
  • Fase Persiapan (Marhalah at-Tahdzir)
Dalam fase persiapan tidak bisa digolongkan suatu ma'siat dan perbuatan jarimah. Karena dalam fase ini tidak menimbulkan kerugian terhadap hak-hak orang lain. Anggapan ini bisa diragukan, sedang menurut aturan Syariat seseorang tidak dapat dikatakan berbuat kecuali apabila didasarkan pada keyakinan.
.
  • Fase Pelaksanaan (Marhalah Tanfidyah)
Pada fase inilah perbuatan si pembuat termasuk perbuatan jarimah. Karena ada hak-hak orang lain yang dirugikan.
.

PENDIRIAN HUKUM POSITIF

Ada beberapa pendapat mengenai perbuatan yang dianggap telah melakukan jarimah. Pendapat pertama adalah pendapat dari aliran obyektif. Perbuatan dapat dikatakan jarimah apabila perbuatan tersebut sudah dilakukan oleh si pembuat. Sedangkan aliran subyektif berpendapat bahwa perbuatan bisa dikatakan jarimah apabila si pembuat sudah memiliki niatan untuk melakukan jarimah.
.
Sedangkan dalam Syariat Islam telah mengabungkan dua aliran tersebut, dengan syarat bahwa perbuatan bisa dikualifikasi sebagai perbuatan ma'siat apabila bisa menyiapkan jalan untuk jarimah yang dimaksudkan atau tidak. Sebagai contoh ialah orang yang masuk ke suatu rumah dan hendak berbuat zina kepada seorang wanita di dalam rumah tersebut. Namun perbuatan tersebut tidak dapat terwujud karena ada orang lain di rumah itu.
.
Dalam aliran obyektif hal tersebut tidak dapat dihukum karena tidak membuat kerugian. Namun dalam aliran subyektif hal tersebut bisa dihukum karena sudah memiliki niatan untuk berbuat jarimah. Sedangkan dalam sSyariat Islam perbuatan tersebut juga dapat dihukum karena perbuatan itu sendiri termasuk perbuatan ma'siat (masuk rumah orang lain tanpa izin).
.

HUKUMAN PERCOBAAN

Dalam Syariat Islam harus ada perbedaan hukuman antara perbuatan jarimah yang telah selesai dengan percobaan jarimah. Contoh perbuatan percobaan jarimah zina tidak bisa dihukum dengan rajam, perbuatan percobaan jarimah pencurian tidak bisa dihukum dengan potong tangan. Begitu juga semua jarimah, tak terkecuali dengan jarimah ta'zir.
.
Sebab jika disamakan hukumannya maka akan menimbulkan pemikiran, "daripada setengah-setengah melakukannya (percobaan), lebih baik sekalian (diselelasaikan) toh hukumannya sama", seperti itu. Maka lebih baik dibedakan, karena bisa saja si pembuat dapat hidayah atau menyesal ketika masih setengah-setengah melakukan jarimah.
.

TIDAK SELESAINYA PERCOBAAN

Kalau tidak selesainya jarimah karena sesuatu bukan atas dasar bertaubat, maka pembuat juga bertanggung jawab atas perbuatannya apabila sudah melakukan perbuatan ma'siat. Dengan contoh seseorang sudah masuk kerumah dengan merusak pintu lalu ketahuan, maka ia termasuk melakukan ma'siat karena sudah merugikan hak orang lain hak perorangan (merusak pintu). Maka ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya tersebut.
.
Namun jika orang tersebut baru berada di pekarangan rumah saja lalu takut melakukan jarimah karena sadar akan dosa yang akan ia terima sehingga ia membatalkan perbuatannya, maka ia tidak dapat diberi hukuman karena tidak merugikan orang lain. Hal tersebut merupakan tidak selesainya jarimah karena atas dasar bertaubat. Sesuatu yang merugikan hak perorangan atau masyarakat maka sesuatu tersebut dianggap perbuatan ma'siat. Dan jika ada perbuatan ma'siat berarti ada hukuman yang harus dipertanggungjawabkan.
.

TIDAK SELESAI MELAKUKAN PERCOBAAN KARENA TAUBAT

Yang termasuk jarimah yang diurungkan adalah jarimah hirabah (pembegalan/penggarongan) misalnya. Jadi apabila seseorang berbuat hirabah lalu bertaubat maka hapuslah hukumannya sebagaimana firman Allah, "Kecuali orang-orang yang Taubat (diantara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka Ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
.
Dalam hal tersebut para fuqaha tidak berselisih mengenai taubat si pelaku sebelum ditangkap. Namun mereka mempermasalahkan pengaruh taubat dan penyesalannya pada jarimah-jarimah lain selain hirabah. Dalam hal ini ada tiga pendapat.
.
  • Pendapat Pertama
Ialah mazhab Syafi'i dan Hambali yang mengemukakanya. Mereka beranggapan bahwa jarimah hirabah merupakan jarimah yang paling berbahaya, maka untuk jarimah-jarimah yang ada dibawahnya pun dapat dihapus hukumannya karena telah bertaubat.
.
Seperti jarimah zina yang berada di bawah jarimah hirabah. Dalam jarimah zina mereka menggunakan dalil sebagai berikut, "Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, Kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." Maka orang yang berzina juga dapat dihapus hukumannya asalkan keduanya bertaubat dan memperbaiki diri.
.
Dalam jarimah pencurian juga sama. Hukumannya dapat dihapus asal bertaubat, sebagaimana firman Allah, "Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
.
Mereka juga menyimpulkan bahwa hukuman yang dihapus karena taubat adalah hukuman pada jarimah yang melanggar hak-hak masyarakat seperti zina, minum-minuman keras, dan lain-lain. Penghapusan hukuman tidak berlaku pada jarimah perorangan, seperti pembunuhan dan penganiayaan.
.
  • Pendapat Kedua
Ialah imam-imam Malik dan Abu Hanifah dan sebagian dari Mazhab Syafi'i dan Ahmad yang mengemukakakn pendapat kedua ini. Mereka tidak menganggap sama jarimah hirabah dengan jarimah-jarimah lain. Hal tersebut karena jarimah hirabah dilakukan oleh orang-orang yang sulit di tangkap. Maka taubat untuk menghapus kesalahan mereka diperbolehkan karena kalau tidak mereka akan terus bersembunyi dan akan tetap melakukan kejahtan yang sama.
.
Dalam jarimah lain penghapusan hukuman karena taubat tidak berlaku. Hal ini mereka mengacu kepada tidak berlakunya ancaman hukuman. Karena jika ini berlaku pada jarimah-jarimah lain maka akan banyak orang yang dengan mudah mengaku bertaubat karena semata-mata ingin dibebaskan dari hukumannya.
.
Kesimpulannya adalah taubat akan tetap diterima pada setiap pelaku perbuatan jarimah. Namun hanya pelaku jarimah hirabah saja yang hukumannya dapat dihapuskan apabila pelaku bertaubat. Untuk jarimah-jarimah lain taubat diterima namun hukuman tetap diberlangsungkan.
.
  • Pendapat Ketiga
Ialah Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qayyim yang mengemukakannya (keduanya merupakan mazhab Hambali). Mereka berpendapat bahwa hukuman dapat membersihkan ma'siat dan taubat bisa menghapuskan hukuman jarimah-jarimah yang berhubungan dengan hak Tuhan, yakni hak masyarakat, bisa menghapuskan hukuman. Tetapi tidak berlaku dengan jarimah-jarimah yang mengenai hak perorangan.
.

PERCOBAAN MELAKUKAN JARIMAH MUSTAHIL

Jarimah Mustahil atau dalam hukum positif dikenal dengan nama 'oendeug delijk poging' (percobaan tak terkenan = as-syuru'fi al Jarimah al-mustahilah) yaitu jarimah yang tak mungkin terjadi. Jarimah mustahil ini dibagi menjadi dua yaitu 'percobaan tak terkenan absolut (absolut ondegudelijke poging)' dan 'percobaan tak terkenan relatif (relatief ondegudelijke poging)'.
.
Contoh dari 'percobaan tak terkenan absolut' adalah seseorang yang hendak meracun orang lain dengan racun yang sedikit sehingga orang tersebut tidak mati merupakan 'percobaan tak terkenan absolut' - midded (karena alat yang dipakai). Dan contoh kedua adalah seorang wanita yang berusaha menggugurkan kandungannya namun ternyata tidak hamil merupakan 'percobaan tak terkenan absolut' - voorwerp (karena obyek).
.
Apabila racun tersebut banyak dan orang tersebut tetap tidak mati maka itu merupakan 'percobaan tak terkenan relatif'. Atau seseorang yang hendak meledakkan gudang senjata, namun senjata tersebut ternyata sedang basah merupakan contoh 'percobaan tak terkenan relatif' dari segi obyek.
.
Jarimah Mustahil atau percobaan tak terkenan memiliki beragam pendapat oleh para sarjan-sarjana mengenai hukuman yang dijatuhi. Jika aliran obyektif berpendapat bahwa jarimah mustahil tidak dapat dihukum karena tidak ada kepentingan yang dilanggar disitu.
.
Akan tetapi Syariat Islam dan aliran subyektif memiliki pandangan yang sama. Dan hal ini diterapkan sekarang. Selama perbuatan merupakan ma'siat, Syariat Islam tetap memberlakukan hukaman. Selama niatan salahnya sudah nampak dan menjelma pada perbuatan-perbuatan nyata, dengan maksud melakukan jarimahnya, maka si pembuat tersebut berhak akan hukumannya.
.
Sumber :
  • Hukum Pidana Islam (Buku) - Prof. Makhrus Munajat

Komentar